Untuk menyusuri Sungai Melaka bisa juga naik kapal ferry kecil melalui beberapa jeti atau halte di pinggir sungai. Pelancong juga bisa naik ferry ini berulang kali selama 1 hari (dari jam 9 pagi – 9 malam) atau istilahnya Hop On Hop Off dengan sekali bayar. Untuk dewasa dikenakan harga RM30 dan anak-anak RM15. Tapi aku memutuskan tidak naik karena antrian yang terlalu panjang dan menurutku menikmati Sungai Melaka dari pinggir sudah cukup.
Salah satu yang khas juga dari Malaka adalah kehadiran becak lampu. Becak-becak di sini terkenal sangat menarik dan meriah, di mana keseluruhan badan becak akan dihiasi dengan lampu, bunga-bunga, dan musik yang meraung dengan keras. Tapi aku nggak naik becak ini karena konon katanya sejam ditarif 40 RM. Aku paling anti sama yang mahal-mahal hahaha. Mending naik becak nanti di Indonesia aja kalau sudah pulang, cuma 15 ribu wkwkwk.
Salah satu hal yang menarik juga di Jonker St. itu ya adanya replika kapal laksamana Ceng Ho. Replika ini dibuat untuk memperingati Ulang Tahun Pelayaran Laksamana Cheng Ho ke-608. Nama Cheng Ho sendiri tertuang dalam sejarah Malaysia karena merupakan orang yang membuka jalan hubungan diplomatik antara Melaka dan China pada abad ke-15.
Jam 9 malam, akhirnya aku memutuskan pulang ke penginapan karena sudah puas menjelajah Sungai Melaka dan Jonker St. Menurutku, memang sangat recommended mengunjungi kedua kawasan ini di malam hari karena perpaduan kerlipan lampu menjadikannya jauh lebih indah. Saat perjalanan pulang dan kembali melewati Muzium Seni Bina Malaysia, jalannya udah gelap banget dan aku sempat merinding takut kalau sampai jadi korban kekerasan. Untunglah aku bisa kembali ke penginapan dengan selamat.
Malam itu entah kenapa walaupun badan, terutama kaki, sangat capek, aku nggak ngantuk sama sekali. Akhirnya malah jam 2 kurang aku memutuskan untuk mandi karena hawa yang cukup panas. Kebetulan untuk penginapan ini, kamar mandinya sharing alias diluar kamar. Sebelum keluar nggak lupa kamar aku kunci dong ya. Soalnya harta benda aku di situ semua, termasuk paspor dan uang.
Sampai kamar mandi, semuanya berjalan lancar. Aku taruh kunci di atas tumpukan pakaian di atas flusher. Dan sewaktu aku mau memindahkan pakaian itu ke tempat yang lebih kering, tebak dong ya…
KUNCINYA MASUK KE BOLONGAN WC!!!
“Kluntinggg... duerrr... jroooot... shhhhh… ahhhhh…”
Aku masih merasa itu mimpi dan nggak mau percaya apa yang baru saja aku lihat dan dengar. Sumpah, aku langsung melongo memandangi lubang WC itu lama banget. Apa yang terjadi barusan itu kenyataan???
Setelah aku mencubit lengan dan kerasa sakit, aku baru sadar kalau kunci yang barusan masuk ke lubang WC itu memang kenyataan. HUAAAAAA! Gimana ini? Sekarang udah jam 2 kurang, resepsionis katanya tutup jam 12 malam, terus si engkongnya galak banget, semua uang dan pasporku di dalam kamar, terus aku bobok di mana? Huaa, aku sampai nangis di kamar mandi. Berharap bolongan WC di sini sama kayak di Indonesia yang masih ada airnya, tapi ternyata di sini bolongan WC-nya itu tipe tak berujung dan gelap, nggak jelas eeknya jatuh ke mana. Mungkin kunciku udah tenggelam di tumpukan eek-eek orang dari berbagai negara. Hiks.
Dengan langkah gontai dan pesimis, aku mandi kilat lalu naik ke resepsionis. Aku TAKUT banget, apalagi sama si engkong. Baru beberapa jam di sini udah ngilangin kunci, apa kata mereka nanti? Tapi gimanapun aku harus dapat kunci.
Di resepsionis, entah keajaiban apa, mereka masih buka walau lampunya sudah dimatikan. Dengan menahan malu setinggi ubun-ubun aku menjelaskan kalau aku kehilangan kunci karena jatuh di toilet. Untungnya si engkong nggak marah. Yaiyalah, kalau marah sama tamu kan bisa bahaya, nanti hostelnya dapat review jelek. Si engkong cuma bilang besok aku harus membayar 10 RM untuk kuncinya, dan akhirnya aku diberikan kunci baru oleh pegawainya. Hwahhh lega ðŸ˜.
Keesokan harinya keadaan aku sudah jauh lebih baik setelah tragedi “kunci masuk lubang WC” yang aku alami semalam. Setelah check out dan membayar denda kunci, aku segera melangkahkan kaki di jalanan Kota Malaka di pagi hari yang terlihat indah dan sepi. Di Malaka ini memang banyak terdapat taman-taman kota dengan berbagai tanaman bunga di atasnya, sehingga menjadikan kota ini semakin menarik. Aku juga sempat memfoto Menara Taming Sari yang lokasinya cukup dekat dengan penginapanku.
Menara Taming Sari ini merupakan menara setinggi 80 meter yang terletak di Jalan Merdeka, Banda Hilir. Dengan panorama 360 derajat selama 7 menit, kita bisa melihat keindahan Melaka dari atas menara ini. Tiket masuknya seharga RM 20 untuk dewasa dan RM 10 untuk anak-anak (di bawah 12 tahun).
Saat itu aku sarapan di sebuah food court kaki lima dengan penjualnya ibu-ibu yang ramah banget. Seneng banget aku ketemu ibu ini, karena dia memperlakukan customernya dengan sangat baik. Pagi itu aku sarapan nasi dan rawon dengan biaya hanya 4 RM—murah, enak, dan halal. Selesai makan dan beristirahat sejenak, aku segera melangkahkan kaki kembali ke Dutch Square untuk naik Bus Panorama Melaka No. 17 menuju Terminal Malaka.
Aku memang berencana ke Kuala Lumpur hari ini, karena penerbanganku ke Filipina malam ini jam 19.00. Setengah jam perjalanan dengan bus akhirnya sampai juga di Terminal Malaka. Aku segera membeli tiket bus ke KL seharga 12 RM dan menunggu dengan hati bahagia.
Goodbye, Malaka! I'm ready to go to Philippines!!
Part Selanjutnya : DISINI
0 comments:
Posting Komentar