Kita buka media sosial, scroll beberapa detik, lalu...
Ajaran Buddha: Penderitaan Berasal dari Perbandingan dan Kemelekatan
“Ia cantik, kenapa aku tidak?”“Dia sukses, kenapa aku belum?”“Mereka bahagia, kenapa hidupku begini?”
“Tidak ada penderitaan yang lebih berat daripada kebencian terhadap diri sendiri.”
Jadi ketika kita merasa insecure, sebenarnya kita sedang membenci atau menolak diri sendiri dalam bentuk halus. Kita tidak berdamai dengan siapa kita saat ini.
Bagaimana Cara Mengatasi Insecure Menurut Buddhisme?
1. Lihat Media Sosial Sebagai Ilusi (Maya)
Dalam ajaran Buddha, maya artinya ilusi atau tipuan duniawi. Kita hidup di dunia yang penuh dengan hal-hal tampak, yang seringkali tidak mencerminkan realita batin.
Di media sosial, orang-orang membagikan pencapaian terbaik mereka, wajah tercantik mereka (dengan filter), atau gaya hidup paling mewah yang mereka bisa tampilkan. Tapi apakah itu menggambarkan hidup mereka secara utuh? Belum tentu.
Buddha mengingatkan kita untuk tidak terkecoh oleh bentuk luar (rupa) karena itu hanya sementara dan tidak kekal.
Ketika kita percaya penuh pada apa yang kita lihat di media sosial, kita sedang menelan maya mentah-mentah dan membandingkannya dengan hidup kita yang nyata, utuh, dan kompleks. Inilah yang menimbulkan rasa tidak cukup.
Sati atau mindfulness berarti sadar penuh terhadap apa yang sedang terjadi, baik secara lahir maupun batin. Ketika rasa insecure muncul, itu biasanya dibarengi oleh suara-suara dalam kepala seperti:
“Aku nggak sepintar dia.”
“Aku harusnya lebih sukses di usia ini.”
“Kenapa aku belum kayak mereka?”
Pikiran-pikiran ini muncul otomatis karena kebiasaan batin yang suka membandingkan dan menilai. Tapi Sang Buddha mengajarkan bahwa pikiran itu bukan kebenaran. Mereka hanya arus yang lewat, bukan identitas kita.
“Pikiran adalah pendahulu dari semua keadaan. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran yang jahat, penderitaan akan mengikutinya.” - Dhammapada
“Ini hanya pikiran, bukan kenyataan. Aku tidak harus percaya pada ini.”
Dengan latihan, kita bisa belajar menjadi pengamat pikiran, bukan budaknya.
3. Ubah Fokus: Dari Membandingkan ke Menghargai Diri Sendiri
Buddha mengajarkan tentang mudita, yaitu sukacita atas keberhasilan orang lain, tanpa merasa iri atau kalah. Tapi itu baru bisa tumbuh kalau kita punya penghargaan pada diri sendiri.
“Orang yang mencintai dirinya dengan benar, tidak akan menyakiti dirinya sendiri dengan membandingkan dan menyalahkan diri.”
Itu adalah kebajikan. Dan kebajikan tidak butuh validasi dari like atau komentar.
4. Ingat: Semua Hal Berubah (Anicca)
Dalam dhamma, anicca adalah salah satu dari tiga karakteristik utama semua fenomena. Artinya: Semua hal yang muncul akan berlalu. Semua yang indah akan pudar. Semua yang kita kejar akhirnya akan berubah. Rasa insecure sering muncul karena kita melekat pada standar luar seperti cantik, sukses cepat, populer, viral.
5. Latihan Metta kepada Diri Sendiri
Sering kali kita berlatih metta atau cinta kasih hanya untuk orang lain:
“Semoga dia bahagia.”“Semoga semua makhluk bebas dari penderitaan.”
Tapi kita lupa, kita juga makhluk. Kita juga berhak atas cinta kasih yang hangat dan tanpa syarat. Buddha berkata, “Kamu bisa mencari seluruh dunia dan tidak akan menemukan orang yang lebih layak dicintai daripada dirimu sendiri.”
Latihan ini perlahan membentuk kelekatan batin yang positif, bukan dari validasi orang lain, tapi dari kedalaman diri sendiri.