Life Only Once. Stop Thinking and Just Make It Work.

4.11.2013

[PART 0] Tinta Hindustan: Perjuangan ke India

Kapan ya aku bisa ke India?”

 Adalah pertanyaan yang kuajukan ke Piopi tertanggal 24 Agustus 2011. Siapa itu Piopi? Nggak lain dan nggak bukan adalah sahabatku, yang selalu bersedia mendengarkan segala keluhan tentang mimpiku. Piopi adalah my dream book. Di dalam Piopi lah kutuliskan semua mimpi-mimpiku yang mungkin nggak semua orang bisa ngerti. Tapi, Piopi selalu ngerti.

Aku masih ingat, malam itu aku nggak bisa tidur. Lagi semangat-semangatnya mikirin trip ke Asia Tenggara Januari 2012. Di tengah itu, terbersit pemikiran, “Kapan ya aku bisa ke India?”. Saat itu kupandang pemikiran itu masih khayalan belaka. “Ah, mana mungkin ke India sekarang. Duit dari mana? Bikin visa di Jakarta ribet. Belum lagi masalah keamanan selama di sana, izin ortu yang pasti nggak gampang, dll.”

Mimpi yang tadinya sekadar khayalan langsung dihadang pikiran-pikiran itu. Aku yang emang gampang nyerah langsung down. “Iya ya. Duit dari mana? Tabungan buat visa duit siapa? Ortu nggak mungkin ngizinin.” Kesimpulan itu langsung kubuat, dan seketika perasaan sedih mulai menghantuiku.

“Aku nggak akan pernah ke India sekarang...........”

Tetapi saat itu, dengan tekad bulat aku pengen ke India, kapanpun waktunya, aku segera mengambil notes dan memperkirakan biaya yang aku perlukan jika ke sana. Saat itu aku merencanakan akan membeli tiket pesawat dengan beasiswa dari Diknas yang aku dapat saat itu, sementara untuk uang sakuku selama di sana, aku merencanakan akan pakai beasiswa Diknas yang keluar tahun depan. Saat aku melakukan kalkulasi itu, semuanya terasa mungkin dan semangatku naik lagi. 

Seketika itu juga, aku memutuskan AKU AKAN PERGI KE INDIA!!

AKU AKAN PERGI KE INDIA!!

Keputusan yang aku ambil hanya dalam beberapa menit setelah aku mikir aku nggak akan pernah ke India.

Keputusan itu cukup mengagetkanku, “Yakin kamu luh?” Aku berusaha mengusir semua perasaan gusar yang saat itu seketika datang. Sekarang, setelah yakin soal masalah duit, aku malah galau soal tabungan untuk visa dan izin orang tua. Untuk membuat visa di Jakarta, memang diwajibkan punya sejumlah uang (tabungan) yang cukup memadai selama 3 bulan terakhir, dan hal ini akan dicek di embassy nanti.

Saat itu rekening di ATM-ku tinggal 5 juta, dan itu pun 70% akan aku gunakan buat trip ke Thailand Januari nanti, sisanya buat beli tiket. Aku berusaha melupakan masalah tabungan buat visa, lalu beralih mikirin soal izin orang tua. Dengan kesimpulan sepihak, aku berpikir orang tuaku nggak bakal ngizinin kalau aku pergi ke India sendirian.

Setelah aku berpikir keras, aku pun mutusin buat ngiklanin trip ini kemana-mana di forum backpacker/traveler, siapa tahu ada yang tertarik dan mau join. Saat itu perasaan optimis dan putus asa bercampur aduk di benakku. Aku nggak tahu mana yang harus aku percayai saat itu: “Aku ke India” atau “Aku nggak ke India.”


Sebulan kemudian....
“Tuhanmu..Tak akan memberi ular beracun, pada yang minta roti”

Sepenggal lagu di atas akan selalu aku ingat untuk menggambarkan keadaanku saat itu. Perasaan bersyukur yang nggak terkira, akhirnya mimpiku terwujud: AKU BAKAL KE INDIA AGUSTUS 2012!!! Gimana ceritanya? Let’s see...

Kurang lebih sebulan setelah malam itu, 24 Agustus 2011—malam saat aku memutuskan akan pergi ke India—aku mendapatkan sebuah kado kejutan dari Tuhan: Air Asia mengumumkan akan mengadakan promo gede-gedean (Rp 0) ke beberapa destinasi mereka termasuk India. Saat itu aku seneng setengah mati, bener-bener bersyukur dan yakin ini merupakan jalan Tuhan untuk mewujudkan semua impianku.

Tibalah tanggal 21 September 2012. Aku sudah siap di depan laptop dengan modem terpasang karena akan hunting tiket. Rasanya deg-degan banget, soalnya situs Air Asia terus-menerus busy gara-gara banyak orang mengakses di waktu bersamaan. Aku terus-menerus masuk ke waiting room dan berkali-kali gagal membooking karena not responding. Begitu harus mulai booking ulang dari awal, harganya sudah kembali ke harga normal. Rasanya frustasi banget, bahkan sempat ingin menyerah.

Tetapi akhirnya… setelah 1 jam mencoba, aku berhasil mendapatkan tanggal yang pas (21 Agustus 2012) untuk rute Jakarta–Delhi dengan harga 1 juta berstatus lowest fare. Tanpa ba bi bu, aku langsung booking, bahkan belum ngomong apa-apa ke orang tuaku.

Finnaly ^.^

Perjuangan tidak sampai di situ, aku masih harus mencari tiket balik! Karena nggak mau balik dari tempat yang sama, aku memutuskan untuk mengambil rute Kolkata–KL. Untuk rute ini aku nggak mengalami masalah berarti dan cukup cepat dapat tiket seharga 540 ribu all in. Hunting selanjutnya, aku harus menemukan tiket pulang dari KL ke Jakarta. Entah angin ajaib apa, aku gampang sekali menemukan tiket promo seharga 3 USD dari KL ke Jakarta. Total waktu yang aku butuhkan untuk booking semua tiket ini sekitar 2 jam.

Hadiah dari Tuhan nggak sampai di sini saja. Beberapa minggu kemudian, aku dapat tiket promo Rp100 ribu untuk kepulangan ke Jogja dari Jakarta. Saat semua boarding pass sudah di tangan, aku merasa sangat lemas tapi penuh syukur. Thanks God… really You’re an amazing God!


INDIA BISA VOA (VISA ON ARRIVAL)!!

Huahuahuahua… apakah kado Tuhan untuk mimpiku berhenti sampai tiket saja?? Of course not!! Sore itu aku iseng browsing syarat membuat visa di Jakarta. Aku baca pengalaman orang-orang saat bikin visa di Kedubes India dan berapa minimal tabungan yang harus dipunyai. Mayoritas bilang tidak sulit, tabungan tidak harus puluhan juta, cukup disesuaikan dengan lama waktu tinggal.

Lalu aku iseng ketik VOA India dan membaca headline berita di situs Kedubes India. Betapa kagetnya aku:

Oke. Intinya, pemegang paspor WNI bisa menggunakan VOA untuk ke India, berlaku sejak Januari 2011!!

Aku benar-benar nggak percaya dengan semua kemudahan yang Tuhan beri untukku. Oh thanks God 😭. FYI, VOA singkatan dari visa on arrival, artinya kita bisa memperoleh visa tanpa harus bikin dulu di Indonesia. Cukup bawa syarat-syarat (tiket PP, bukti booking penginapan, copy paspor), nanti visa dibuat di bandara kedatangan dengan bayar 60 USD. Perfect!


Kuliah Lapangan vs Tiket Pesawat Dibatalin vs Duit Beasiswa Nggak Keluar!!

Oh My God!

Aku selalu percaya dengan ungkapan: hidup itu seperti roda, kadang di atas kadang di bawah. Setelah semua kemudahan yang aku rasakan, roda hidupku benar-benar terasa dibalikkan.

a. Pemetaan Mandiri
Isu pemetaan mandiri untuk liburan semester 4 mulai ramai dibahas di kampus. Banyak yang bilang: “mungkin kita bakal nggak bisa lebaran di rumah demi pemetaan”, “ada senior yang pemetaan sampai 25 hari”, dll. Intinya, kegiatan ini berpotensi menabrak Idul Fitri. Aku stress setengah mati: “Aku bakal ke India pas libur Idul Fitri, masa dibatalkan gara-gara pemetaan?” Saat itu aku pesimis dan menganggap: sudahlah, trip ini gagal.

b. Duit beasiswa nggak keluar!
Sejak awal aku memang mengandalkan sisa beasiswa Diknas semester 4 untuk membiayai trip ini. Tapi minggu demi minggu, bulan demi bulan, beasiswa itu tak kunjung cair. Padahal semester 4 berbarengan dengan kuliah lapangan & ekskursi yang biayanya total 3,1 juta. Perlahan aku mulai percaya: “jangan-jangan bener, beasiswaku nggak keluar.” Ditambah stress, aku malah jadi boros setengah mati.

c. Tiket pesawat dibatalin!
Suatu sore aku dapat SMS dari calon travelmate: “Air Asia ngebatalin penerbangan ke India sama Eropa.” DEG! Aku langsung cek situs Air Asia, dan benar: penerbangan ke Paris, London, Mumbai, dan New Delhi dibatalkan mulai akhir Maret 2012.

“What the f! Kenapa dibatalin pas aku mau ke sana?? Kenapa nggak dibatalin tahun depan aja? Kenapa harus New Delhi, bukan Teheran?” pikirku sambil berlinang air mata. Aku merasa takdir benar-benar menentangku: nggak ada kepastian pemetaan, nggak ada duit, tiket pun hilang. PERFECT! Aku menyerah, menganggap trip ini gagal total bahkan sebelum dimulai.


Penantian tak Berpengharapan....

Berbulan-bulan aku jalani tanpa kejelasan. Berkali-kali aku kirim pesan ke Air Asia via email & Twitter, tapi jawabannya hanya “harap sabar” atau terkesan acuh. Aku jadi agak kesal sama maskapai favoritku itu.

Suatu ketika aku buka grup backpacker dunia, ada yang posting bahwa tiket mereka yang dibatalkan diganti Malaysian Airlines. Aku antara percaya dan nggak percaya. “Masa tiket promo diganti tiket bintang lima??” Aku coba optimis, terus menunggu. Hampir tiap hari aku cek email, berharap ada kabar.


Akhirnyaaa...

Kadang sesuatu yang baik justru datang saat kita nggak mengharapkannya. Beberapa waktu kemudian, calon travelmate SMS: “Luh, udah ada email dari Air Asia masalah tiket. Gue mau coba reroute ke Shanghai.”

Aku langsung cek email, dan bener! Air Asia resmi kasih kabar. Mereka minta maaf atas pembatalan, dan menawarkan tiga opsi:

  1. Refund 100% (tapi tiket hangus).

  2. Tetap terbang ke New Delhi dengan maskapai lain yang ditentukan Air Asia, tanggal sama.

  3. Reroute ke rute lain yang dilayani Air Asia tanpa biaya tambahan.

Tanpa pikir panjang, aku pilih opsi 2. Ada yang nyaranin reroute ke Jepang, Korea, atau Australia, tapi aku belum siap finansial & minat. Hanya India yang ada di otakku. Jai Nehi oh Jai Nehi!

Beberapa hari kemudian, Air Asia merespons. Mereka minta aku sabar, lalu mengirim itinerary: Jakarta–KL, KL–New Delhi dengan Malaysian Airlines di tanggal yang sama persis! Aku sempat cek harga tiket MAS di web: mencapai 5 juta!

WOW. Aku langsung bersyukur sedalam-dalamnya. Masalah fundamental ini akhirnya selesai! Mungkin Tuhan memang sedang menguji seberapa besar tekadku ke India.

Jujur, aku jadi makin sayang sama maskapai low cost favoritku ini.
Love uuuu, Air Asia!!!


Kapan lagi bisa naik Malaysia Airlines? Thank youu Air Asia ^.^

Masalah itu akhirnya selesai satu per satu.

Seiring masalah tiket pesawat dan kereta yang sudah kelar, aku jadi bisa lebih berpikir dingin untuk mencari penyelesaian masalah pra-departure lainnya, yaitu uang saku dan masalah pemetaan mandiri. Sampai April 2012, aku baru punya 3 juta di tangan. Dengan estimasi 14 hari 13 malam di luar negeri (12 hari 11 malam di India, 2 hari 1 malam di Malaysia), aku merasa jumlah itu masih sangat kurang.

Aku benar-benar melakukan pengiritan besar-besaran selama beberapa bulan, dan akhirnya sampai Agustus 2012 terkumpul 4 juta. Itulah uang yang aku bawa ke India, di luar biaya VOA sebesar 60 USD dan pajak bandara Soetta Rp150.000, yang baru aku dapatkan dari bapakku H-1 keberangkatan setelah aku nangis sesenggukan. Hahaha. Saat di Malaysia, aku mengandalkan sisa uang trip ke Malaysia Januari 2012 yang masih ada 75 ringgit. Ternyata selama 12 hari 11 malam di India, mengunjungi 6 kota 5 provinsi, uangku habis 3,2 juta. Jadi aku masih punya sisa 800 ribu ketika pulang ke Indonesia.

Bagaimana dengan duit Ekskursi dan Kuliah Lapangan yang juga harus aku bayarkan menjelang keberangkatan? Tuhan memberiku solusi. Kuliah Lapangan yang biayanya 2,3 juta ditanggung oleh pemberi beasiswa sebagai jatah kegiatan penunjang pendidikan, sementara Ekskursi sebesar 900 ribu aku bayarkan dengan mencaplok tabunganku 400 ribu ditambah bantuan dari bapakku 500 ribu. Done!! Thanks God!! =D

Masalah waktu pemetaan mandiri dan checking? Ternyata nggak se-hectic bayanganku. Aku menjalaninya dengan cukup senang (plus sedikit keluhan trekking, hehe). Aku mulai pemetaan mandiri tanggal 31 Juli 2012 dan selesai dalam 14 hari, jadi 13 Agustus aku sudah balik ke Solo dengan setumpuk data yang belum kusentuh sampai semester V mulai. Checking? Ternyata baru dilakukan pertengahan semester V, bukan pas liburan Idul Fitri seperti yang kutakutkan. Memang kalau roda sedang di atas, segalanya terasa jadi lebih mudah. Done!! Thanks God!! =D


20 Agustus 2012

Saat itu aku sudah ada di dalam kereta bisnis Senja Utama tujuan Solo–Jakarta yang akan mengantarkanku ke ibukota dengan tujuan akhir ke bandara. Aku nggak bisa tidur semalaman, memang aku nggak pernah bisa tidur dengan posisi duduk. Setelah menghabiskan sebungkus nasi ayam yang dibelikan ibu sebagai bekal di kereta, aku merenung memandang kegelapan di luar jendela.

Aku mengenang semua perjuangan yang sudah kulalui sampai bisa berada di gerbong kereta malam itu. Aku merenung ke sana ke mari, bahkan tentang pemetaan mandiri: saat aku harus trekking sendirian di perbukitan curam perbatasan Kebumen–Banjarnegara dan hampir menyerah karena takut tersesat. Saat hampir menyerah, aku membayangkan trip India yang sudah di depan mata, dan berjanji akan mengenang perjuangan trekking itu ketika di India nanti. Akhirnya aku kembali trekking lagi berbekal kompas, GPS, dan peta topografi tanpa tersesat.

Aku juga merenung tentang apa yang akan kuhadapi di India. Aku membayangkan bagaimana travelmate-ku nanti—yang belum pernah kutemui langsung, hanya berhubungan lewat FB dan SMS—dan ternyata mereka benar-benar asik. Tanpa sadar, renunganku itu sudah mengantarkanku tiba di Stasiun Pasar Senen keesokan paginya. Setelah tawar-menawar singkat, aku pun naik ojek seharga Rp20.000 ke Stasiun Gambir untuk lanjut naik DAMRI menuju bandara.


21 Agustus 2012 - Soekarno Hatta Airport, Boarding Time

Tak ada kata-kata yang bisa diucapkan lagi… Pesawat MH 710 tujuan Jakarta–Kuala Lumpur take off dengan sempurna. Lewat kaca jendela, aku memandangi negeriku yang semakin mengecil dan mengecil seiring dengan naiknya burung besi raksasa ini.

Hanya satu seruan singkat yang membahana di hatiku dengan perasaan bahagia:
“INDIA, I’M COMING!!!”

"Don't ever quit for what you really want.."
Thanks GOD 🙏